Kamis, 31 Maret 2016

tugas epidemilogi

Nama : Dea Nabilah S
NIM : 2014-66-036
Sesi : 2
Data Perubahan Pola Penyakit dan Kematian di Indonesia

Perubahan adalah sebuah keniscayaan, termasuk perubahan pola penyakit dan kematian di Indoenesia. Perubahan-perubahan yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor dan adanya pengaruh dari era globalisasi. Melihat dari data-data perubahan pola penyakit dan kematian di Indonesia bisa memberikan gambaran kepada kita khususnya Kementerian Kesehatan tentang derajat kesehatan masyarakat Indonesia pada umumnya. Data-data itu juga bisa digunakan para pemangku kebijakan di bidang kesehatan untuk menentukan langkah-langkah strategis menuju Indonesia Sehat.
Perubahan pola penyakit dan kematian di Indonesia dimulai pada tahun .. secara umum perubahan pola penyakit secara global maupun di Indonesia berubah dari Penyakit Menular maupun Penyakit Tidak Menular, tetapi di Indonesia belum mampu menuntaskan Penyakit Menular yang ada bahkan muncul Penyakit Menular yang lainnya, sedangkan Penyakit Tidak Menular juga terus Meningkat.
Pada tulisan ini, data-data yang disajikan berdasarkan Laporan Hasil Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007, 2013 serta sedikit data dari SUSENAS 2001.
Misalnya saja pada tahun 2000 terjadi perubahan penyakit penyebab kematian di Indonesia yaitu dari penyakit infeksi menjadi penyakit sirkulasi ( jantung dan pembuluh darah otak). penelitian dari SUSENAS 2001 menunjukkan bahwa jumlah kematian di Indonesia tahun 2000 sebanyak 3.322.


Gambar 1 : Penyakit Penyebab utama kematian di Indonesia pada tahun 2000
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa penyakit penyebab utama kematian di Indonesia tahun 200 adalah penyakit sirkulasi (jantung dan Pembuluh darah otak). penyakit sirkulasi ini termasuk dalam klasifikasi penyakit tidak menular/non-infeksi. Jumlah kematian dengan penyebab penyakit sirkulasi sebanyak 220 per 100.000, kemudian disusul dengan penyakit infeksi dengan jumlah 174 per 100.000 penduduk, dan pada urutan ketiga ada penyakit pernapasan sebanyak 85 per 100.000 penduduk. Pada data tersebut, kita juga bisa melihat bahwa pemerintah Indonesia dihadapkan dengan permasalah ganda, dimana penyakit infeksi belum sepenuhnya dicegah atau dihilangkan tetapi penyakit non infeksi/tidak menular terus menerus bertambah.
Sebelum kita berbicara mengenai data yang lebih banyak mengenai perubahan pola penyakit dari Penyakit Menular menjadi penyakit tidak menular dan data kematian di Indonesia. Hendaknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian dasar dari penyakit menular dan tidak menular serta batasan penelitian yang dilakukan oleh Pemerintah di Indonesia melalui Riset Kesehatan Dasar maupun lainnya.
Riset Kesehatan Dasar
Riset Kesehatan Dasar 2007
Batasan yang diteliti pada Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 untuk Penyakit Menular hanya terbatas pada beberapa penyakit yang ditularkan oleh vector, penyakit yang ditularkan melalui udara atau percikan air liur, dan penyakti yang ditularkan melalui makanan atau air. Penyakit yang ditularkan oleh vector adalah filariasis, demam berdarah dengue dan malaria. Penyakit yang ditularkan melalui udara atau percikan air liur adalah penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), pneumonia dan campak, sedangkan penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air adalah tifoid, hepatitis dan diare.
Sebelum berbicara mengenai data, hendaknya kita memiliki pemahaman dasar terlebih dahulu mengenai penyakit-penyakit tersebut.
·         Filariasis (Penyakit kaki gajah) adalah penyakit kronis yang ditularkan melalui gigitan nyamuk, dan dapat menyebabkan kecacatan dan stigma. Umumnya penyakit ini diketahui setelah timbul gelaja klinis kronis dan kecacatan.
·         Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi tular vector yang sering menyebabkan kejadian Luar Biasa, dan tidak sedikit menybebakan kemtian. Penyakit ini bersifat musima yiatu biasanya pada musim hujan yang memungkinkan vector penular hidup di genangan air bersih.
·         Malaria merupakan penyakit menulae yang menjadi perhatian global penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan karena juga sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa, berdampak luasa terhadap kualitas hidup dan ekonomi.
Filariasis                     DBD                           Malaria
Provinsi
Diagnosis
Diagnosis dan Gejala
Diagnosis
Diagnosis dan Gejala
Diagnosis
Diagnosis dan gejala
Pemakaian obat
NAD
0,35
0,64
0,50
1,10
1,89
3,66
36,41
Sumatera Utara
0,03
0,08
0,10
0,29
1,32
2,86
42,57
Sumatera Barat
0,04
0,08
0,12
0,59
0,55
1,65
46,33
Riau
0,04
0,07
0,21
0,78
0,85
2,03
43,55
Jambi
0,03
0,07
0,19
0,45
1,73
3,23
42,34
Sumatera Selatan
0,01
0,07
0,16
0,37
1,01
1,63
44,69
Bengkulu
0,03
0,09
0,07
1,24
4,81
7,14
60,99
Lampung
0,01
0,03
0,07
0,16
0,27
1,42
30,67
Bangka Belitung
0,02
0,10
0,04
0,43
5,07
7,09
58,32
Kepulauan Riau
0,06
0,15
0,21
0,42
0,79
1,41
64,77
DKI Jakarta
0,08
0,14
0,84
1,15
0,10
0,51
26,44
Jawa Barat
0,04
0,05
0,22
0,41
0,07
0,42
24,46
Jawa Tengah
0,03
0,06
0,30
0,46
0,08
0,41
23,03
DI Yogyakarta
0,00
0,03
0,25
0,43
0,07
0,30
20,00
Jawa Timur
0,01
0,04
0,16
0,25
0,05
0,18
34,83
Banten
0,02
0,06
0,27
0,52
0,09
0,32
28,57
Bali
0,05
0,10
0,13
0,29
0,10
0,31
43,08
Nusa Tenggara Barat
0,04
0,09
0,18
1,10
2,22
3,75
48,37
Nusa Tenggara Timur
0,12
0,26
0,26
2,45
5,73
12,04
47,78
Kalimantan Barat
0,04
0,06
0,16
0,43
1,82
3,26
53,66
Kalimantan Tengah
0,04
0,06
0,11
0,30
1,51
3,37
49,41
Kalimantan Selatan
0,02
0,04
0,17
0,27
0,31
1,41
27,35
Kalimantan Timur
0,02
0,03
0,33
0,54
1,06
1,67
51,28
Sulawesi Utara
0,03
0,07
0,15
0,38
0,45
2,12
43,10
Sulawesi Tengah
0,04
0,14
0,21
1,09
2,58
7,36
41,78
Sulawesi Selatan
0,03
0,08
0,09
0,60
0,32
1,37
23,62
Sulawesi Tenggara
0,04
0,11
0,15
0,96
0,88
2,16
36,36
Gorontalo
0,05
0,12
0,12
0,58
0,88
2,87
39,53
Sulawesi Barat
0,01
0,03
0,10
0,70
0,86
2,02
36,10
Maluku
0,00
0,09
0,09
0,42
2,87
6,06
39,90
Maluku Utara
0,06
0,09
0,18
0,77
3,31
7.23
49,27
Papua Barat
0,23
0,45
0,33
2,02
15,65
26,14
59,33
Papua
0,14
0,29
0,05
0,93
12,09
18,41
65,52
Indonesia
0,05
0,11
0,20
0,62
1,39
2,85
47,68


Angka prevalensi nasional untuk filariasis sebesar 1,1 per mil. Ada delapan provinsi yang mempunyai prevalensi filariasis melebihi angka prevalensi nasional, yaitu Provinsi NAD ( 6,4 per mil ), Papua Barat ( 4,5 per mil), Papua ( 2,9 per mil), Nusa Tenggara Timur ( 2,6 per mil), Kepulauan Riau ( 1,5 per mil), DKI Jakarta dan Sulawesi Tengah (1,4 per mil)
Terdapat 12 prevalensi DBD lebih tinggi dari angka Nasional yaitu NTT (2,5%), Papua Barat (2,0%), Bengkulu dan DKI Jakarta (1,2%), Sulawesi tengah dan NTB serta NAD (1,1%), Sulawesi Tenggara ( 1,0 %), Papua (0,9%), Riau dan Maluku Utara (0,8%) dan Sulawesi Barat (0,7%)
DBD dahulu hanya dikenal sebagai penyakit pada anak-anak, namun kini banyak ditemukan pada penderita dewasa. Prevalensi tertinggi ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun (0,7%) dan terendah pada bayi (0,2%).
Penyakit menular lainnya yang termasuk dalam penyakit pernasafan, Infeksi saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering dijumpai dengan manifestasi ringan sampai berat. ISpa yang mengenai jaringan paru-paru atau ISPA berat, dapat menjadi pneumonia. Neumonia merupakan Penyakit infeksi penyebab kematian utama, terutama pada balita.
Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit menular kronis yang menjadi isu global. Di indoensia, penyakit ini termasuk salah satu prioritas nasional untuk program pengendalian penyakit karena berdamapak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta sering mengakibatkan kematian.  
                                    ISPA                           Pneumonia                 TB                   Campak
Provinsi
Diagnosis
Diagnosis dan Gejala
Diagnosis
Diagnosis dan Gejala
Diagnosis
Diagnosis dan gejala
Diagnosis dan Gejala
NAD
11,98
36,64
1,44
3,87
0,73
1,45
1,06
Sumatera Utara
8,26
22,39
0,65
1,60
0,18
0,48
0,59
Sumatera Barat
8,98
26,38
0,80
2,49
0,37
1,03
1,90
Riau
6,28
22,87
0,42
1,61
0,42
1,00
0,72
Jambi
7,54
22,65
0,37
1,29
0,34
0,75
0,91
Sumatera Selatan
10,08
17,54
0,75
1,24
0,25
0,40
0,36
Bengkulu
14,50
29,84
0,73
2,04
0,33
0,86
0,54
Lampung
4,10
18,80
0,22
0,77
0,11
0,31
0,24
Bangka Belitung
10,38
30,32
0,43
1,29
0,12
0,49
0,32
Kepulauan Riau
9,88
25,78
0,39
1,22
0,38
0,83
0,50
DKI Jakarta
9,78
22,60
0,68
1,67
0,71
1,26
1,29
Jawa Barat
6,95
24,73
0,72
2,43
0,56
0,98
0,92
Jawa Tengah
8,74
29,08
0,53
2,12
0,63
1,47
0,70
DI Yogyakarta
8,22
22,65
0,44
1,81
0,36
1,58
0,37
Jawa Timur
6,38
20,55
0,36
1,06
0,24
0,54
0,41
Banten
7,98
28,39
0,56
2,36
1,13
2,01
1,01
Bali
5,64
21,49
0,42
1,76
0,29
0,53
0,26
Nusa Tenggara Barat
5,40
26,52
0,63
2,53
0,43
1,07
0,60
Nusa Tenggara Timur
12,04
41,36
0,84
4,41
0,40
2,05
0,43
Kalimantan Barat
5,94
17,97
0,37
1,10
0,43
0,82
0,50
Kalimantan Tengah
7,05
24,03
0,35
1,17
0,38
0,69
0,56
Kalimantan Selatan
5,06
27,06
0,47
2,28
0,47
1,36
0,61
Kalimantan Timur
12,19
27,52
0,66
1,42
0,34
1,02
0,56
Sulawesi Utara
2,59
20,52
0,10
0,95
0,21
0,62
0,39
Sulawesi Tengah
5,67
28,36
0,58
2,98
0,31
1,22
1,20
Sulawesi Selatan
4,20
22,90
0,47
2,92
0,23
1,03
0,58
Sulawesi Tenggara
6,73
22,75
0,78
2,45
0,31
1,00
0,33
Gorontalo
9,68
33,99
0,84
4,53
0,24
1,11
2,04
Sulawesi Barat
4,44
22,47
0,23
1,41
0,23
0,58
0,18
Maluku
9,80
30,40
0,31
2,07
0,15
0,47
0,37
Maluku Utara
6,90
25,20
0,50
2,40
0,19
0,47
0,27
Papua Barat
19,48
36,20
2,09
5,59
1,02
2,55
1,08
Papua
18,52
30,56
2,98
5,13
0,89
1,73
1,01
Indonesia
8,10
25,50
0,63
2,13
0,40
0,99
0,69

Keterangan di atas adalah Prevalensi ISPA, pneumonia, TB dan Campak  menurut provinsi pada RISKESDAS 2007,







            ISPA                           Pneumonia                 TB                               Campak
Provinsi
Diagnosis
Diagnosis dan Gejala
Diagnosis
Diagnosis dan Gejala
Diagnosis
Diagnosis dan gejala
Diagnosis dan Gejala
<1
14,9
35,92
0,76
2,20
0,17
0,47
1,81
2,44
1-4
16,1
42,53
1,00
3,02
0,38
0,76
2,36
3,41
5-14
9,2
28,89
0,56
1,81
0,23
0,53
1,27
1,94
15-24
5,6
19,91
0,37
1,33
0,21
0,60
0,42
0,79
25-34
6,1
20,71
0,47
1,59
0,32
0,83
0,29
0,60
35-44
6,6
21,51
0,56
1,84
0,44
1,10
0,26
0,60
45-54
7,0
23,26
0,69
2,42
0,59
1,45
0,21
0,58
55-64
7,7
25,77
0,94
3,38
0,70
1,91
0,21
0,61
65-74
8,4
28,30
1,27
4,69
1,08
2,62
0,15
0,60
>75
9,0
30,17
1,34
5,04
1,10
2,75
0,13
0,57
Laki-laki
8,06
25,57
0,67
2,26
0,44
1,08
0,67
1,17
Perempuan
8,04
25,49
0,66
2,00
0,35
0,90
0,70
1,18
Perkotaan
8,13
23,30
0,56
1,63
0,36
0,77
0,62
0,92
Perdesaan
8,00
26,87
0,67
2,43
0,42
1,12
0,73
1,33
Tidak sekolah
7,79
27,60
1,14
4,26
0,88
2,42
0,34
0,96
Tidak tamat SD
7,40
26,07
0,69
2,70
0,53
1,46
0,51
1,04
Tamat  SD
6,46
22,92
0,55
2,01
0,39
1,02
0,40
0,82
Tamat SMP
6,20
20,49
0,46
1,42
0,31
0,73
0,35
0,62
Tamat SMA
6,21
18,81
0,43
1,22
0,29
0,62
0,24
0,48
Tamat  PT
6,67
17,73
0,47
1,21
0,27
0,60
0,21
0,39
Tidak kerja
6,99
23,17
0,84
2,83
0,62
1,40
0,40
0,84
Sekolah
6,77
22,96
0,40
1,34
0,18
0,49
0,80
1,26
Ibu RT
6,42
21,75
0,50
1,80
0,39
0,98
0,27
0,61
Pegawai
6,58
18,07
0,42
1,17
0,27
0,56
0,18
0,37
Wiraswasta
6,37
20,47
0,56
1,69
0,42
0,89
0,26
0,53
Petani/Nelayan/
6,85
24,57
0,72
2,73
0,55
1,60
0,27
0,73
 Keterangan table di atas adalah menunjukkan data prevalensi penyakit ISPA, Pneumonia, TB dan Campak menurut karakteristik pada RISKESDAS 2007
Memacu dari data tersebut, dilihat bahwa empat belas dari 33 provinsi mempunyai prevalensi di atas angka nasional. Provinsi dengan prevalensi ISPA tinggi juga menunjukkan prevalensi pneumonia tinggi, antara lain Nusa Tenggara Timur, Nanggore Aceh Darussalam, Papua Barat, Gorontalo dan Papua.
Prevalensi angka nasional untuk tuberculosis paru klinis sebesar 1,0%. Dua belas di antaranya dengan prevalensi di atas angka nasional, tertinggi di Provinsi Papua Barat (2,5%) dan ternedah di Provinsi Lampung (0,3%). Sedangkan Prevelensi campak di Indonesia adalah sebesar 1,2%. Tertinggi di Provinsi Gorontalo (3,2%) dan terendah di provinsi Lampung dan Bali (0,4%)
Prevalensi ISPA tertinggi pada balita (>35%), sedangkan terendah pada kelompok umur 15-24 tahun. Prevalensi cenderung meningkat lagi sesuai dengan meningkatnya umur. Prevalensi antara laki-laki dan perempuan relative sama, dan sedikit lebih tinggi di pedesaan. Prevalensi ISPA cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran RT per kapita lebih rendah.
Untuk kasus pneumonia, kelompok umur >55 tahun (>3%) pneumonia lebih tinggi. Pneumonia terdeteksi relative lebih tinggi pada laki-laki dan satu setengah kali lebih banyak di pedesaan dibandingkan di perkotaan.
Prevalensi TB Paru cenderung meningkat sesuai bertambahnya umur dan prevalensi tertinggi pada usia lebih dari 65 tahun. Prevalensi TB Paru 20% lebih tinggi daripada laki-laki dibandingkan perempuan, tiga kali lebih tinggi di pedesaan dibandingkan di perkotaan dan empat kali pada kelompok pendidikan rendah dibandingkan dengan pendidikan tinggi dan relative sama menurut tingkat pengeluaran RT per kapita.
Penyakit Tidak Menular
Data penyakit tidak menular pada Riset Kesehatan Dasar yang disajikan meliputi penyakit sendi, asma, stroke, jantung, DM, hipertensi, tumor/kanker. Penyakit sendi, hipertensi dan stroke dinyatakan kepada responden umur 15 tahun ke atas.
                                    Penyakit Sendi(%)      Hipertensi (%)             Stroke (per mil)
Provinsi
Diagnosis
Diagnosis dan Gejala
Diagnosis
Diagnosis dan minum obat
Diagnosis dan gejala
Diagnosis dan Gejala
NAD
23,1
34,2
9,2
10,0
10,4
16,6
Sumatera Utara
11,9
20,2
5,2
5,4
5,0
6,8
Sumatera Barat
19,0
33,0
7,6
8,4
6,9
10,6
Riau
12,6
26,8
7,8
8,2
3,8
5,0
Jambi
15,6
27,6
5,1
5,5
4,5
6,1
Sumatera Selatan
19,3
23,9
6,0
6,3
6,3
7,3
Bengkulu
19,2
30,9
8,1
8,3
5,5
6,5
Lampung
12,1
26,0
6,6
6,8
5,4
6,4
Bangka Belitung
13,6
27,4
8,4
8,9
6,4
8,1
Kepulauan Riau
9,5
17,6
7,3
7,7
10,1
14,9
DKI Jakarta
15,3
29,3
9,5
9,8
9,4
12,5
Jawa Barat
17,7
41,7
8,8
9,1
7,5
9,3
Jawa Tengah
12,0
36,8
7,6
7,9
5,7
7,6
DI Yogyakarta
9,3
27,1
8,3
8,6
7,1
8,4
Jawa Timur
13,2
30,9
7,3
7,5
5,9
7,7
Banten
11,7
28,9
8,0
8,6
5,9
7,2
Bali
20,4
32,6
5,5
5,7
4,4
6,8
Nusa Tenggara Barat
15,1
33,6
6,4
6,7
7,2
12,5
Nusa Tenggara Timur
14,0
38,0
5,0
5,1
4,5
7,1
Kalimantan Barat
14,2
30,0
8,1
8,4
4,6
5,5
Kalimantan Tengah
10,3
28,1
9,2
9,7
5,3
6,8
Kalimantan Selatan
9,0
35,8
9,0
9,4
7,9
9,8
Kalimantan Timur
12,6
23,7
9,0
9,3
5,0
7,0
Sulawesi Utara
11,4
25,5
11,2
11,4
8,5
10,4
Sulawesi Tengah
8,3
29,7
7,7
8,2
4,8
10,0
Sulawesi Selatan
8,8
26,6
5,7
5,9
5,0
7,4
Sulawesi Tenggara
11,7
26,8
6,6
7,3
3,9
7,6
Gorontalo
11,6
29,1
9,1
10,0
8,2
14,9
Sulawesi Barat
7,5
24,8
4,1
4,7
2,9
5,3
Maluku
12,0
23,4
4,1
4,4
3,8
4,6
Maluku Utara
10,7
22,9
5,0
5,2
5,6
6,7
Papua Barat
28,8
38,2
6,9
7,1
5,7
9,5
Papua
19,7
29,1
4,3
4,4
2,4
3,8
Indonesia
14,0
30,3
7,2
7,6
6,0
8,3
 Keterangan untuk table di atas adalah prevalensi penyakit tidak menular menurut provinsi pada RISKESDAS 2007
Prevalensi penyakit sendi secara nasional sebesar 30,3%. Menurut provinsi, prevalensi penyakit sendi tertinggi dijumpai di Provinsi Papua Barat (28,8%) dan terendah di Sulawesi Barat (7,5%). Terdapat 11 provinsi dengan prevalensi penyakit sendi lebih tinggi dari angka nasional.
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat ( 20,1 %). Provinsi Jawa Timur, Bangka Belitung, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, DI Yogyakarta, Riau, Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Barat.
                        Penyakit sendi (%)      Hipertensi (%)             Stroke (per mil)
                        Diagnosis  gejala         Diagnosis  gejala    Diagnosis    Gejala
18-24 Tahun
2,3
6,9
0,9
0,9
1,1
1,7
25-34 Tahun
7,4
19,0
2,5
2,6
1,6
2,5
35-44 Tahun
14,1
32,8
6,3
6,7
2,9
4,7
45-54 Tahun
22,2
46,3
11,9
12,5
8,1
11,3
55-64 Tahun
28,8
56,4
17,2
17,9
15,5
20,2
65-74 Tahun
33,5
62,9
22,3
23,1
25,0
31,9
75+ Tahun
35,1
65,4
23,3
24,2
29,7
41,7
Laki-Laki
12,7
28,2
5,8
6,1
6,1
8,3
Perempuan
15,1
32,2
8,6
9,0
5,8
8,3
Tidak Sekolah
25,7
53,7
13,9
14,7
11,9
18,0
Tidak Tamat SD
20,5
44,9
10,6
11,5
8,2
12,0
Tamat SD
15,3
33,7
7,5
8,5
5,9
8,2
Tamat SMP
8,9
19,6
4,4
5,8
3,7
4,9
Tamat SMA
8,2
18,0
4,5
4,8
3,9
4,9
Tamat PT
9,6
18,8
6,7
7,1
6,2
7,8
Tidak Kerja
16,0
31,3
11,1
11,5
17,1
22,6
Sekolah
2,0
4,8
0,7
0,8
1,3
1,7
Ibu RT
15,6
33,4
9,1
9,4
5,2
7,3
Pegawai
9,7
20,1
6,3
6,6
5,1
6,6
Wiraswasta
13,4
29,1
7,2
7,6
5,1
7,0
Petani/Nelayan/Buruh
16,6
37,6
6,6
6,9
4,2
6,5
Lainnya
13,4
28,4
8,5
8,9
7,5
9,8
Perkotaan
11,9
25,8
7,6
0,3
6,9
9,1
Perdesaan
15,2
33,2
7,0
0,4
5,4
7,8
 Table prevalensi Penyakit sendi, hipertensi dan stroke menurut karakteristik.


Menurut karakteristik responden, prevalensi penyakit sendi, hipertensi maupun stroke tampak meningkat sesuai peningkatan umur. Prevalensi penyakit sendi cenderung lebih tinggi pada perempuan, demikian pula pada prevalensi hipertensi. Sedangkan pola prevalensi stroke menurut jenis kelamin tidak tampak perbedaan mencolok.
Prevalensi penyakit sendi, hipertensi dan stroke cenderung cenderung tinggi pada tingkat pendidikan rendah dan menurun sesuai dengan peningkat tingkat pendidikan, namun meningkat kembali pada kelompok pendidikan tamat PT. berdasarkan pekerjaan, prevalensi penyakit sendi pada petani/buruh/nelayan ditemukan lebih tinggi daripada kelompok pekerjaan lainnya. Sedangkan untuk hipertensi dan stroke, prevalensi ditemukan lebih tinggi pada kelompok tidak bekerja.
                        Asma(%)                     Jantung(%)                  DM (%)                       Tumor (%)
NAD
3,1
4,9
2,0
12,6
1,0
1,7
2,7
Sumatera Utara
1,1
1,8
0,8
3,0
0,6
0,8
2,9
Sumatera Barat
2,0
3,6
1,3
11,3
0,7
1,2
5,6
Riau
1,6
3,3
0,8
7,7
0,8
1,2
3,3
Jambi
1,8
3,1
0,7
5,1
0,5
0,7
3,3
Sumatera Selatan
1,5
2,0
0,7
4,9
0,4
0,5
1,9
Bengkulu
1,7
2,8
0,5
5,3
0,4
0,5
3,7
Lampung
0,8
1,5
0,5
2,6
0,3
0,4
3,6
Bangka Belitung
2,5
4,0
0,9
7,2
0,7
1,2
2,0
Kepulauan Riau
1,8
2,7
1,2
7,7
0,8
1,4
3,8
DKI Jakarta
2,2
2,9
1,3
8,1
1,8
2,6
7,4
Jawa Barat
2,5
4,1
1,0
8,2
0,8
1,3
5,5
Jawa Tengah
1,3
3,0
0,8
8,4
0,8
1,3
8,1
DI Yogyakarta
1,8
3,5
1,1
7,3
1,1
1,6
9,6
Jawa Timur
1,7
2,6
0,8
5,6
1,0
1,3
4,4
Banten
1,9
3,4
0,6
5,8
0,5
0,8
6,4
Bali
2,3
3,7
0,8
5,4
0,8
1,0
4,9
Nusa Tenggara Barat
2,4
4,4
0,6
6,8
0,6
1,4
2,8
Nusa Tenggara Timur
1,5
4,7
0,7
8,8
0,7
1,2
3,3
Kalimantan Barat
2,1
3,7
0,6
4,4
0,6
0,8
2,4
Kalimantan Tengah
2,3
4,0
0,5
6,4
0,6
0,9
3,8
Kalimantan Selatan
2,3
5,4
0,8
8,1
0,6
1,0
3,9
Kalimantan Timur
2,1
3,1
0,8
4,4
1,0
1,3
3,6
Sulawesi Utara
1,2
2,7
1,3
8,2
1,0
1,6
5,8
Sulawesi Tengah
2,4
6,5
1,3
11,8
0,7
1,6
4,5
Sulawesi Selatan
1,6
4,0
0,8
9,4
0,5
0,8
4,8
Sulawesi Tenggara
2,3
4,3
0,7
8,6
0,4
1,0
2,6
Gorontalo
2,5
7,2
0,9
11,0
0,5
1,3
3,2
Sulawesi Barat
1,3
4,0
0,4
7,8
0,3
0,8
2,4
Maluku
1,6
3,1
0,6
5,7
0,3
0,5
1,5
Maluku Utara
1,5
2,7
0,8
5,9
0,6
0,9
1,9
Papua Barat
3,6
5,5
0,9
6,7
0,6
1,4
2,8
Papua
2,4
3,6
0,7
4,3
0,5
0,8
3,4
Pada data tersebut, menunjukkan prevalensi asma, jantung, diabetes dan tumor menurut provinsi. Penyakit asma ditemukan sebesar 3,5% di Indonesia dan prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah sebesar 1,9%. Terdapat 17 provinsi dengan prevalensi asma lebih tinggi dari angka nasional. Prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar 7,2%. Prevalensi penyakit jantung menurut provinsi, berkisar antara 2,6% di Lampung sampai 12,6% di NAD. Terdapat 16 provinsi dengan prevalensi penyakit jantung lebih tinggi dari angka nasional.
Kasus cedera pada Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan prevalensi cedera secara keseluruhan antara 3,8%- 12,9 %. Prevalensi tertinggi terdapat pada Provinsi Nusa Tenggara Timur (12,9) sedangkan yang terendah terdapat pada provinsi Sumatera Utara (3,8%). Ada 15 provinsi yang prevalensi cederanya di atas angka prevalensi nasional antara lain Nusa Tenggara Timur (12,9%), Kalimantan Selatan (12,0%), Gorontalo (11,1%), Sulawesi Tengah (10,2%), DKI Jakarta (10,1%) dan Papua Barat (10,1%) selebihnya di bawah 10%.
Urutan penyebab cedera terbanyak adalah jatuh, kecelakaan transpirtasi darat dan telruak benda tajam/tumpul. Sedangkan untuk penyebab cedera yang lain bervariasi tetapi prevalensinya rata-rata kecil atau sedikit.
Rerata penyebab cedera karena jatuh sebanyak 58%. Prevalensi jatuh paling besar terdapat di Provinsi DKI Jakarta 67,0% yang diikuti oleh orovinsi Nusa Tenggara Timur 64,6%. Sedangkan prevalensi yang terkecil di Provinsi DI Yogyakarta yaitu 45,4%. Ada 11 provinsi yang prevalensi cedera krean jatuh di atas anka nasional yaitu DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Banten, Papua Barat, Maluku, Jawa TImur, Sulawesi Barat, Jawa tengah, dan Jawa Barat.
Pada RISKESDAS 2013, terdapat lima provinsi yang memiliki prevalensi ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%) dan Jawa Timur (28,3%). Kemudian untuk kasus pneumonia, ada lima provinis yang mempunyai prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (10,3%), Papua( 8,2%), Sulawesi Tengah (5,7%), Sulawesi Barat (6,1%) dan Sulwesi Selatan (4,8%). Periode prevalence Pneumonia di Indonesia tahun 2013 menurun dibandingkan dengan tahun 2007, dari 2,13 % menjadi 1,80%
Sedangkan berdasarkan karakteristik, kelompok umur penduduk, periode prevalensi pneumonia yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian mulai meningkat pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi pada kelompok umur berikutnya. Lima provinsi yang mempunyai prevalensi periode pneumonia balita tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (38,5%), Aceh, Bangka Belitung, Sulawesi Barat 34,8 dan Kalimantan tengah


Asma merupkan gangguan inflamasi kronis di jalan napas. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dan obstruksi jalan napas. Gejala asma adalah gangguan pernapasan (sesak), batuk produktif terutama pada malam hari atau menjelang pagi, dan dada terasa tertekan.
Penyakit Paru Obstruksio Kronis adalah penyakit kronis saluran napas yang ditandai dengan hambatan aliran udara khususnya udara ekspirasi dan bersifat progresif lambat ( semakin lama semakin memburuk ), disebabkan oleh pajanan faktor risiko seperti merokok, polusi udara di dalam maupun di luar ruangan. Didefinisikan sebagai PPOk jika pernah mengalami sesak napas yang bertambah ketika beraktifitas dan/atau bertambah dengan meningkatnya usia disertai batuk berdahak atau pernah mengalami sesak napas disertai batuk berdahak.
Kanker atau tumor ganas adalah pertumbuhan sel/jaringan yang tidak terkendali, terus bertumbuh, immortal. Sel aknker dapat mneyusup ke jaringan sekitar. Prevalensi asma, PPOK dan kanker di Idnonesia masing masing 4,5 %, 3,7 % dan 1,4 per mil. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%), selanjutnya Nusa Tenggara Timur (7,3%), DI Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi Selatan (6,7%). Prevalensi kanker tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (4,1 per mil), diikuti Jawa Tengah (2,1 per mil), Bali (2 per mil), Bengkulu dan DKI Jakarta masing masing 1,9 per mil.
prevalensi asma, PPOK, dan kanker meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi asma pada kelompok umur >45 tahun mulai menurun. Prevalensi asma dan kanker pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki, PPOK lebih tinggi pada laki-laki disbanding perempuan. Prevalensi asma terlihat sama antara perkotaan dan pedesaan, PPOK lebih tinggi di pedesaan disbanding perkotaan.
Prevalensi cedera dan penyebabnya pada RISKESDAS 2013
Penyebab terjadinya cedera meliputi penyebab yang disengaja, penyebab yang tidak disengaja dan penyebab yang tidak bisa ditentukan. Penyebab cedera yang disengaja meliputi bunuh diri, KDRT, penyerangan. Kecelakaan akibat kerja, terluka karena benda tajam/tumpul, kejatuhan beda.
Prevalensi cedera secara nasional adalah sebesar 8,2 %. Prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi (4,5%). Provinis yang mempunyai prevalensi cedera lebih tinggi dari angka nasional sebanyak 15 provinsi.
Penyebab cedera terbanyak yaitu jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%). Selanjtunya penyebab cedera karena terkena benda tumpul/tajam (7,3%), transportasi darat lain (7,1%) dan kejatuhan (2,5%). Sedangkan untuk penyebab yang belum disebutka proporsinya sangat kecil.
Penyebab cedera transportasi sepeda motor tertinggi ditemukan di ebngkulu (56,4%) dan terendah di Papua (19,4%). Adapun untuk transportasi darat lain proprsi tertinggi terjadi di Kalimantan Selatan (10,1%) dan terendah ditemuka di papua (2,5%). Proporsi jatuh tertinggi di NTT (55,5%) dan terendah di Bengkulu (26,6%). Proporsi tertinggi terkena benda tajam/tumpul terjdi di Papua (29%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,7%). Penyebab cedera karena terbakar ditemukan proporsi tertinggi di Papua (2%) dan terendah (tanpa kasus) di Kalimantan Timur.
Prevalensi cedera tertinggi berdadsarkan karakteristik responden yaitu pada kelompok umur 15-24 tahun (11,7%), laki-laki (10,1%), pendidikan tamat SMP/MTS (9,1%), yang tidak bekerja taua bekerja sebagai pegawai (8,4%). Bertempat tinggal di perkotaan (8,7%)
Kecenderungan prevalensi gcedera menunjukkan sedikit kenaikan dari 7,5 % (RKD 2007) menjadi 8,2 % (RKD 2013). Penyebab cedera yang dapat dilaporkan kecenderungannya dari tahun 2007 dengan 2013 hanya untuk transportasi darat, jatuh da terkena benda tajam/tumpul. Adapun untuk penyebab cedera akibat ransportasi darat tampak ada kenaikan cukup tinggi yaitu 25,9% menjadi 47,7%. Sedangkan untuk penyebab cedera yang menunjukkan penuruna proporsi terlihat pada jatuh yaitu dari 58% menjadi 40,9% dan terkena benda tajam/tumpul dari 20,6% menjadi 7,3%.
Kesimpulan
Penyakit tidak menular adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia dengan persentase 58,9% pada tahun 2007 dan terus meningkat. Indonesia mengalami transisi ganda, dimana Penyakit tidak menular terus bertambah dan begitu juga penyakit menular belum terselesaikan dengan baik.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar